Hal Menyedihkan di Akhir Pekan

Aku Reni, sebut saja kekasihku Reihan. Hampir sebulan kami tak bertemu. Hingga pada akhirnya pertemuan yang dinanti itupun datang.

***


Hari itu...adalah hari pelepasan rindu. Dimana aku dan dia bertemu saling meluapkan rindu yang selama hampir sebulan dipendam. Gembira memang, dan hal itu hanya terungkapkan oleh perasaan masing-masing khusunya aku. Saat bertemu, rasanya memang ingin sekali ku berteriak dengan kencangnya seakan menggambarkan kepuasanku bertemu dengannya.

Canda, tawa, semua itu terasa dekat. Dan aku benci apabila saat bersama dengannya harus melihat arlojiku. Semua kegembiraan itu serasa tertutup awan kelabu dan menggoreskan raut kesedihan. Padahal, baru sejenak aku merasakan senyum kepuasan di hati. Dan sekarang, mengapa waktu tega merenggut kepuasan itu? Ya begitulah waktu, terasa kejam, ya bisa saja diangap sebagai malaikat pencabut kesenangan dan kebahagiaan.

Siang itu kami pergi bersama melepas rindu. Makan dan jalan-jalan adalah salah satu ritual yang biasa kami lakukan. Apapun topik pembicaraan kami, semua terasa perlu diceritakan. Dan yang paling menyedihkan adalah ketika dirinya berbicara, "Mungkin aku sudah harus pulang sayang, sudah sore, besok kan masih bisa ketemu...". Semua terasa hening, mata terasa perih menahan air tumpah. Tak ingin 'quality time'-ku itu terenggut.

***

Esoknya...
Hari ini adalah hari kedua dan terakhir kita bertemu melepas rindu. Bertemu dengannya hanya sedikit-sedikit membuka pembicaraan. Aku memang tidak memulai pembicaraan itu hingga perbincanganpun terjadi. Larut dalam berbagai hal, berbagai cerita, yang memang aku alihkan ingatanku dari saat-saat perpisahan. Semua topeng yang kubuat tak sedikitpun terbongkar dihadapnya. Dan, hingga saatnya dia mengatakan, "Aku pamit pulang ya, kembali kita menjalani aktifitas masing-masing selama 1minggu. Ya mungkin dengan lamanya intensitas kita untuk tidak bertemu akan membuat rindu diantara kita semakin besar, bahkan cinta didalamnya pun semakin kuat :) ". Hanya hela nafas dan gerutu kecil dalam hatiku, memangnya kau tak merasakan risaunya aku saat berminggu-minggu tak bertemu denganmu? Menahan luapan rindu yang tak kunjung menurun intensitasnya, malah semakin besar rindu yang tertahan semakin besar pula keinginanku menangisimu. Memang laki-laki selalu mempunyai berbagai macam alasan agar perempuan selalu tersenyum. Mungkin tak hanya tersenyum bahkan menangispun bisa. 


Saat berpamitan ijin pulang atau singkatnya, 'perpisahan' itu kembali datang, hhmm.....menelan ludahpun sulit kulakukan. Setiap tarikan dan hembusan nafas yang ku keluarkan terasa sangat amat berat. Mataku terasa pedih, seperti ada hal yang ingin keluar dari mata. Intensitasku berkedippun sedikit ku perbanyak, ya mungkin itu adalah salah satu trik menahan kumpulan air yang akan terjun dari mata kecilku. Memang tak banyak berkata saat itu. Apabila aku mengeluarkan lebih banyak kata, yang ada emosi yang terpendamkan itu akan meluap sejadinya. Tak tebendungkan mungkin. Kumpulan air di mata itu akan jatuh, dan bibir ini akan mengoceh ocehan yang tak jelas apa juntrungannya. Ya bisa dibilang ocehan kesal saat perpisahan terjadi. Ocehan manja tak ingin berpisah.

Dan ia pun membuka tangannya selebar mungkin untuk merengkuh tubuhku yang bisa dibilang sedikit gemuk ini. Tapi menurutku ya proporsional ;) 
Aku larut dalam dekapnya, tak terlalu lama memang, karena aku enggan berada dalam dekapannya terlalu lama. Sebab itu akan membuat aku menangis sejadi-jadinya didepannya. Aku malu jika harus menangis didepannya, terlihat begitu manja. Aku tak ingin. Karena aku takut akan merubah 'image'ku dimatanya dan mungkin ia akan risih dengan sikap itu. 

Sedikit ku nikmati pelukan hangat itu. Ya..meskipun dalam hitungan detik aku melepasnya. Kepalaku hanya bisa tertunduk, tak sanggup menatapnya lebih lama. Walaupun aku hanya tertunduk dalam dekapan, tapi aku merasa puas. Aku hanya berhasil menggerutu dalam hati, "Sayang, aku masih rindu, maaf aku tak menatapmu, aku hanya tak ingin menitikan air mata dihadapmu"

Hanya kata-kata itu yang terucap dihati. Tak dapat aku katakan dihadapnya. Sebenarnya pelukan itu tak ingin ku lepas, namun apa daya. Jika terlalu lama dalam pelukannya pun aku tak kuasa menahan tangis, semakin sesak saja nafasku, semuanya tak beraturan. Tenggorokanku serasa tertusuk duri ikan yang sulit ditelan. Berat, ya semua terasa berat memang. Aku benar-benar membenci saat-saat seperti in. Tak bertemu dia dengan waktu yang lama itu menyiksa, dan pertemuan kali ini terasa begitu singkat dan mengiris hati. Mungkin karena aku masih merasakan rindu. Rindu yang selalu dan takkan pernah hilang untuknya...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berat Rasa

Jangan Dipaksa

Berhenti