Ceritaku dan Hujan
Akhirnya ku rasakan
juga hujan di Kota Pelajar ini. Setelah sekian lama aku tak merasakan
romantisnya suasana hujan. Seperti biasa, aku selalu dapat memutar kembali
ingatanku tentangmu, Sayang. Hujan membuatku merasakan hadirmu disini bersamaku
dan mendekapku erat.
Setelah sekian lama
kita tak bertemu, saling pandang, tertawa bersama, akhirnya ku rasakan adanya
jembatan antara kau dan aku, hujan. Rintik air yang turun menyejukkan hati ini.
Membuatku turut menitihkan air mata kerinduan, kerinduan yang teramat dalam
akan sosokmu. Meski setiap waktu aku merindu, namun hujan yang paling ku nanti
kehadirannya. Karena hujan pernah menahanmu pergi.
Terkadang, aku benci
hadirnya hujan. Hujan selalu mengingatkanku padamu, yang terkadang datang dan
pergi begitu saja. Kamu, iya kamu yang selalu aku banggakan. Kamu yang tak
hentinya aku puja dan puji didepan mereka. Sosokmu masih terlihat sempurna
untukku. Entah... mungkin ini terlalu berlebihan. Tapi, selama aku mengenalmu
dan berbagi cerita denganmu, aku belum menemukan cacat pada dirimu.
Masih hangat di
ingatanku ceria tentang kita. Hanya tawa yang ada ketika aku denganmu. Sedih
ketika waktu harus memisahkan kebersamaan kita dan jarak kembali menjadi
tantangan dalam cerita kita.
Aku sendiri tak
keberatan dengan jarak, seberapa pun jauh akan ku lewati demi yang terkasih.
Jaman sekarang tak ada yang tidak mungkin untuk “Long Distance Relationship”.
Semua kecanggihan jaringan telekomunikasi sudah tersedia dengan baik, tinggal
bagaimana cara memanfaatkannya dengan benar.
Aku masih ingat,
ketika itu kita sering menggunakan Skype demi bertatap muka. Walaupun terkadang
jaringan tak semulus yang diinginkan, jadi kamu harus menelfonku untuk dapat
mendengar suaraku. Sering sekali kita seperti itu. Demi melepas rindu, demi dan
demi.
Kamu selalu
mengirimkan emoticon-emoticon lucu
untukku. Saling berucap rindu, bertukar pendapat, bertukar keluh kesah,
bertukar cerita. Suatu malam ketika itu hujan lebat, aku sedang jatuh sakit.
Aku demam dan betapa khawatirnya kamu dengan keadaanku. Dengan aku yang begitu
takut akan halilintar dan petir dihujan lebat. Aku pun masih ingat, bagaimana sedihnya kamu
yang tidak bisa berada disisiku saat aku sedang berada di titik lemahku.
Lucunya raut wajahmu
cukup membayar rasa rinduku ditengah sakitku. Kamu selalu punya cara membuatku
tersenyum. Aku selalu merindukanmu, hingga detik ini begitu yang ku rasakan.
Sayang, semua itu
dulu, yang ada kini tinggal kenangan. Ceritamu, ceritaku, cerita kita hanya
sekedar tulisan. Tulisan ini, yang tetap ku kenang, ku banggakan dalam hati.
Tulisan ini menjadi pelipur lara kala aku merindukanmu. Menjadi penghangat kala
hujan turun menemaniku.
Hujan yang sempat
menahanmu pergi. Namun, hujan pula yang membuatmu harus pergi dan tak kembali.
Dari aku yang masih merindu...
Lau galau
BalasHapus